Jumat, 30 Juli 2021

Membiasakan Gamification

Ketika mendengar kata video game atau gim (mengacu ke KBBI terbaru), apa yang ada di dalam pikiran kita? Apakah tentang melakukan hal yang menyenangkan? Menjalankan sebuah misi? Berinteraksi dengan sebuah realitas virtual? Meningkatkan poin dan level? Atau muncul nama-nama game? Seperti Tetris? DotA? Candy Crush? Atau muncul gambaran tentang console game? Playstation 5? Nintendo Switch? Xbox? Apapun itu, kita semua pernah berinteraksi dengan video game.

Video game pertama yang pernah dibuat dan tercatat di dalam arsip internet adalah game tenis (Tennis for Two). Video game tersebut diciptakan pada tahun 1950an dan dimainkan pada sebuah osiloskop secara sederhana. Dan di dalam perkembangannya, muncul banyak game yang mengadopsi permainan dari dunia nyata seperti olahraga, kuis, aksi, dan pertarungan. Dunia nyata dimasukkan ke dalam sebuah fantasi yang tidak terbatas. Hingga dewasa ini muncul berbagai video game yang memiliki ide, alur, karakter, dunia yang sebelumnya tidak pernah kita bayangkan.

Tetapi, kalau kita kembali ke dasar, berbagai macam gimmick yang ada di dalam permainan modern hanyalah sebuah tambahan. Konsep dasar dan mekanisme game sudah ditemui di dalam dunia manusia. Di dalam permainan anak-anak, di dalam olahraga, di dalam permaian tradisional. Katakanlah petak umpet, sepak bola, gobak sodor, secara sederhana memiliki sistem yang sama dengan game-game modern yang biasa kita mainkan melalui telepon pintar, console, atau personal desktop.

Konsep dasar, mekanisme, atau sistem yang ada (dan selalu melekat) pada game adalah adanya keikutsertaan manusia (sebagai pemain) untuk menjalankan sebuah misi. Untuk mencapai misi tersebut, game akan memiliki dinamisasi yang dialami oleh pemain. Dinamisasi dapat berupa kualitas ataupun kuantitas. Kualitas ialah emosi, visual, perasaan senang, sedih, bangga, tidak mau kalah, dan semua yang manusia alami (bahkan juga dirasakan di luar game). Sedangkan kuantitas dapat didefinisikan sebagai poin, level, skor, nyawa, atau angka apapun yang harus dicapai dan dipertahankan oleh seorang pemain.

Jadi, sebenarnya game adalah kehidupan kita sehari-hari, entah disadari atau tidak.

Itu yang sering kita lupakan. Kita kadang (atau selalu) berpikir bahwa hidup tidak melulu soal video game (bahkan bagi seseorang yang bekerja sebagai game developer). Tidak BUTUH video game. Kita menjalani realita kehidupan yang membutuhkan cara-cara 'makhluk hidup' untuk bisa bertahan hidup, yaitu makan, bereproduksi, belajar, melatih hard skill atau soft skill, memiliki rumah, membeli sesuatu, memimpin, berekonomi, dan lain sebagainya. 

Saya disini hanya ingin mengingatkan.

Bahwa hidup ini hanyalah sebuah permainan.

Dan di dalam hidup yang fana ini, para pakar telah menemukan sebuah istilah baru, yang digunakan untuk mendefinisikan teori tersebut, yaitu gamification.

Apa itu Gamification?

Kalau kita melakukan pencarian kata kunci "gamification" pada Google. Jawaban inilah yang akan muncul paling atas:

"Gamification is adding game mechanics into nongame environments, like a website, online community, learning management system or business’ intranet to increase participation. The goal of gamification is to engage with consumers, employees and partners to inspire collaborate, share and interact."

Sumber: https://www.biworldwide.com/gamification/what-is-gamification/

Jadi, seperti yang sudah saya paparkan pada pembukaan artikel ini, bahwa game memiliki sebuah mekanisme dan konsep tersendiri. Mekanisme pada game juga dapat diimplementasikan pada pekerjaan kita, pada cara kita berjualan, cara kita belajar, cara kita berbisnis, atau profesi apapun. Contoh manfaat dari gamification pada hal-hal non-game tersebut adalah untuk menginspirasi, berbagi ide, atau berinteraksi dengan pelanggan, pekerja, bawahan, kolega, rekan kerja (sebagai seorang pemain di dalam game's environment yang telah kita rancang).

Gamification Tidak Terbatas

Ke-tidak-terbatas-an pada gamification muncul karena (memang): 

Satu. Kehidupan kita secara fundamental adalah permainan, keinginan untuk mencapai sebuah prestasi dan menyelesaikan sebuah misi.

Dua. Video game yang dibuat melalui proses pemrograman pada bahasa komputer memiliki sifat logically malleable. Semua imajinasi, selama dapat diubah melalui proses yang logis (looping, conditional, variable/object oriented) bukanlah hal yang sulit untuk dapat diimplementasikan. Terbukti dengan banyaknya video game yang sudah dibuat dari berbagai macam genre dan peranti.

Tiga. Manusia memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan menyesuaikan keadaan. (Tapi ini juga tantangan bagi seorang game/gamification designer yang membuat levelisasi. Supaya memiliki tingkat permainan yang pas. Jika terlalu susah, pemain dapat merasa frustasi, namun sebaliknya, jika terlalu mudah, pemain akan cepat menyelesaikan game dan bosan untuk meneruskan).

Tidak adanya limitasi pada gamification itulah yang (sudah dari dulu) dimanfaatkan oleh banyak industri. Berikut ini adalah contoh gamification yang pernah saya ketahui:

Goodreads Reading Challenge. Adalah tantangan yang disediakan oleh Goodreads (media sosial khusus kutu buku) berlaku untuk satu tahun bagi semua pembaca buku. Misinya adalah membaca buku sebanyak target yang kita tulis di awal tahun. Mau 10, 20, 50, atau bahkan 1000 buku setahun. Setiap kali selesai membaca buku, kita harus melakukan update pada akun Goodreads kita dan itu akan menambah progres reading challenge. Saya sudah mencoba mengikuti tantangan ini sejak tahun 2015. Walaupun rewards yang diberikan oleh Goodreads hanya berupa ucapan selamat dan tulisan "completed", tetapi gamification yang digunakan dapat menarik jutaan pengguna Goodreads untuk dapat ikut serta, karena hasilnya dapat dibagikan ke media sosial yang lain.


GoClub. Adalah cara Gojek untuk meningkatkan engagement pengguna melalui levelisasi berdasarkan transaksi/aktivitas yang dilakukan. Misi dari program ini adalah untuk meningkatkan XP (pengalaman) supaya dapat mencapai level Anak Sultan. Saat mencapai level Bos, Juragan, atau bahkan Anak Sultan, kita dapat mengklaim berbagai reward. Ini adalah contoh gamification yang sangat efektif, karena semua pengguna memiliki kesempatan yang sama dan aktivitas yang sangat mudah dan pengguna secara nyata mendapatkan manfaatnya.

Selain dua contoh di atas, kita dapat menemui banyak cara gamification yang digunakan berbagai industri atau brand. Apalagi setelah kita mulai mengerti teori gamification yang memang didesain untuk menarik minat kita secara psikologis.

Gagasan Selanjutnya

Setelah sedikit mengulas tentang gamification, secara pribadi saya ingin mengimplementasikannya pada pekerjaan dan profesi dan jobdesk sehari-hari. Ini adalah jawaban atau solusi bagi saya yang seorang mantan game developer. Keinginan yang masih sangat besar untuk dapat membuat video game sepertinya harus disalurkan melalui metode gamification ini. Implementasi gamification pada saat memberikan cybersecurity awareness pada pekerja, misalnya.

Berbicara tentang Filosofi

Sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin mengingatkan pada diri saya sendiri (khususnya) dan kepada pembaca yang budiman (umumnya) bahwa hidup ini layaknya sebuah game. Permainan yang harus dipertanggungjawabkan. Karena wasit atau ruler ialah Sang Pencipta, Allah subhanahu wa ta'ala. Misi kehidupan adalah beribadah, menjadi wakil-Nya di muka bumi ini, berbuat baik dengan sesama, dan semua hal baik yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. XP, score, points harus menjadikan kita lebih baik dari hari sebelumnya. Dan tujuan dari hidup ini adalah sebuah checkpoint yaitu kematian, yang menjadi pintu gerbang sebelum mendapatkan reward, tempat kita kembali pulang ialah Jannah. Atau game over yang berupa Neraka. Jujur, ini adalah pengingat bagi diri saya pribadi sebagai seorang pemain.

Penutup

Gamification adalah teori yang (pasti) dapat kita terapkan dalam menjawab berbagai permasalahan profesional atau pekerjaan. Hal yang justru menantang adalah bagaimana kita mendesain sistem gamification tersebut supaya dapat mencapai hasil yang sesuai harapan. Selayaknya game itu sendiri, yang mengubah seorang noob menjadi GG atau dewa, ialah perlunya membiasakan diri dengan teori gamification ini. 

Jadi, apakah sudah siap untuk membiasakan gamification?

0 comments:

Posting Komentar