Minggu, 20 November 2022

Pulang Lebih Cepat Karena Robot

Robot


"Engkau tahu aku mulai bosan
Bercumbu dengan bayang-bayang
Bantulah aku temukan diri
Menyambut pagi membuang sepi"

Lagu Ebiet G. Ade, "Elegi Esok Pagi" lembut mengalun via penyuara telinga, menemani perjalanan saya menuju Jakarta. Di dalam kereta api itu, dengan memakai jaket RPA Citizen Developer, saya coba mengingat-ingat materi pelatihan yang sebelumnya saya ikuti di salah satu hotel di Bandung. Yaitu materi tentang Robotic Process Automation (RPA). 

Apa itu RPA? Kalau kita mengacu kepada definisi UiPath, Robotic Process Automation (RPA) is a software technology that makes it easy to build, deploy, and manage software robots that emulate humans actions interacting with digital systems and software. RPA adalah teknologi perangkat lunak yang memudahkan kita untuk membangun dan mengelola robot yang meniru pekerjaan manusia. UiPath adalah salah satu contoh dari produk RPA, selain itu juga ada Ms Power Automate, Blue Prism, Mulesoft, dan banyak lagi.

Selama 3 hari, saya bersama peserta pelatihan yang lain berkesempatan untuk belajar membuat 'robot'. Robot yang dapat memproses pekerjaan di laptop/PC secara otomatis berdasarkan beberapa rules (aturan) yang sudah dibuat. Robot yang diklaim dapat menyelesaikan pekerjaan rutin, repeatable, dan defined (dapat didefinisikan, alur yang tidak terlalu kompleks) dengan mudah sehingga nantinya kita dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih strategis. Dengan begitu, akan tercipta efisiensi biaya, syukur-syukur terwujud revenue growth. Benar, ujung-ujungnya duit.

Saya tidak ingin kontra dengan pandangan bisnis semacam itu (kalau tidak mau menggunakan kata 'kapitalistik') tetapi rasa-rasanya kalau memanfaatkan RPA hanya untuk tujuan cost efficiency, cost avoidance, revenue growth itu terlalu umum, terlalu biasa, mediocre. Maksudnya, setelah kita punya robot yang dapat menyelesaikan pekerjaan rutin sehari-hari, kita seharusnya dapat mulai berfokus pada tujuan yang lebih besar, lebih tinggi (higher purpose). Misalnya kampanye kesehatan mental, nguri-uri budaya, kelestarian alam & lingkungan, menyatukan 2 keluarga yang berkonflik, mencari pasangan hidup, dan lainnya, tak terbatas.

"Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu saling membuka diri
Sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak
Cinta mengalir sebening embun"

Musik pun berganti ke lagu "Cinta Sebening Embun". Saya memang slalu memutar playlist lagu-lagu Ebiet G. Ade sewaktu naik kereta, rasanya sangat syahdu, apalagi dengan melamun memandangi pemandangan. Pohon-pohon, sungai, sawah, bukit itu terkadang bisa memberikan kita banyak inspirasi. Dalam kasus saya waktu itu, munculah ide untuk menuangkan gagasan RPA melalui tulisan yang sedang anda baca saat ini. Sebetulnya saya ingin menuliskan judul "RPA Rapapa (tidak apa-apa)", mencoba membandingkan manusia dengan robot (RPA). Namun itu pun bisa dimasukkan ke dalam sub tema pada tulisan ini. Apa maksud dari RPA Rapapa, pembandingan antara manusia dengan robot?

Sebelum mengikuti pelatihan, kami diminta untuk menyiapkan ide dan flow dari robot yang akan dibuat. Flow yang berisi rules aktivitas, yang dibedakan menjadi dua: Human Path dan Robot Path. Human Path merupakan alur aktivitas yang biasa dikerjakan oleh manusia, mulai dari awal pekerjaan sampai menghasilkan output (keluaran) yang diharapkan. Sedangkan Robot Path, mirip dengan Human Path, tetapi memiliki alur aktivitas yang lebih terperinci, kalau bisa diperinci per klik mouse, per masukan teks, per penandaan (indicate) situs. Intinya alur pada Robot Path harus dibuat sedetail mungkin. Karena Robot Path inilah yang akan dikonversi menjadi rules yang akan dikerjakan oleh RPA. Rules juga dapat berbentuk conditional (if-else atau switch-case) dan iteration (looping). Orang yang pernah belajar pemrograman tentu akan merasa mudah dalam membangun RPA ini.

Membuat Human Path dan Robot Path, apalagi setelah berhasil membuat RPA, rasa-rasanya melihat robot-robot itu seperti bersiap untuk menggantikan peran manusia. Pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh satu-dua orang selama seharian (atau bahkan lebih lama lagi), tiba-tiba dapat dikerjakan sekejap, secara lebih cepat dan singkat oleh satu robot. Tentu saja kondisi ini akan menjadi sebuah ancaman, bagi kita yang tidak mau meng-upgrade diri, tidak mau menambah skill

Kita yang hanya melakukan pekerjaan itu-itu saja, yang diulang-ulang sampai di luar kepala, otomatis, mungkin perlu bersiap-siap untuk dieliminasi. Namun, bagi siapapun yang sudah melihat tanda-tanda invasi robot, dengan keluar dari zona nyaman, ia bahkan akan dapat bekerja sama dengan robot-robot itu. Belajar teknologi baru, memiliki automation mindset, efficiency oriented, dan belajar pola-pola robot, tentu akan menjadi sahabat para robot (RPA). Atau seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kita bisa mulai untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dengan tujuan lebih besar (mulia). Dan inilah yang saya maksud dengan RPA Rapapa, nggak apa-apa ada RPA, toh kita masih tetap akan eksis.

"Kapan lagi kita akan bertemu?
Meski hanya sekilas kau tersenyum
Kapan lagi kita nyanyi bersama?
Tatapanmu membasuh luka"

Saya tersenyum ketika lagu "Nyanyian Rindu" dimainkan. Bukan karena liriknya, yang mengingatkan saya kepada seorang wanita berinisial 'F' yang terakhir saya temui di tahun 2020, melainkan karena teringat momen saat mengikuti pelatihan RPA. Selama pelatihan saya banyak menghabiskan waktu dengan menggambar, mencorat-coret kertas yang disediakan panitia di meja. Begitulah cara saya menyimak materi-materi yang disampaikan. Meskipun tangan saya bergerak dengan bolpen, bukannya dengan tombol keyboard laptop atau mouse, tetapi fokus pikiran saya tertuju pada para coach yang menyampaikan materi. Buktinya, saya mengajukan banyak pertanyaan selama kegiatan pelatihan tersebut. Semakin banyak bertanya, berarti kita semakin fokus kan? 

Karena kegiatan menggambar dan corat-coret itulah saya akhirnya tidak mengikuti workshop. Maksudnya, saya menunggu sampai paham terlebih dahulu fungsi dari masing-masing aktifitas robot di setiap alur dari materi yang disampaikan. Baru setelah itu, saya mulai membuat robot sesuai usecase di laptop. Saya berpikir, karena kita belajar membuat RPA, rasanya sangat aneh ketika kita juga seperti dikendalikan oleh para coach. Harus mengklik ini, harus menuliskan itu, men-drag-drop semua activity. Seharusnya kita membuat RPA atas dasar pemikiran kita sendiri, tidak satu-satu didikte orang lain. Saya tertawa ketika mengetikkan ini. Kita seperti RPA yang membuat RPA.

Namun tidak apa, rapapa, cara belajar tiap orang berbeda-beda. Hal terpenting adalah para peserta pelatihan dapat ahli dalam membuat robot, dengan begitu seharusnya kita dapat dengan cepat menyelesaikan pekerjaan kantor kita. Dan tentu saja, kita dapat pulang lebih cepat karena sudah ada robot yang mengerjakan pekerjaan kita. Setelah itu kita dapat mengerjakan hal-hal mulia lainnya, seperti yang saya contohkan di awal.

0 comments:

Posting Komentar